Kasus KDRT
Odah (bukan nama asli). Ibu rumah tangga, warga sebuah kompleks perumahan di Mataram, itu terpaksa putar otak mencari utangan setelah suaminya, Saleh (sebutlah begitu), marah-marah melihat lauk-pauk makan siang yang ikan laut tidak memenuhi seleranya. "Saya tidak mau makan sampah itu," begitu reaksi Saleh melihat lauk yang dihidangkan istrinya. Odah hanya diam mendengar ucapan suaminya, apalagi sang suami tidak meninggalkan uang belanja seperti kerap kali dilakukan selama ini.
Odah bergegas menemui pedagang barang kelontong di kampung yang kemudian memberinya utangan berupa daging ayam. Odah berjanji akan membayar saat Saleh mendapat gaji bulanan sebagai pegawai negeri sipil. Pedagang kelontong tadi agaknya tahu Odah tidak akan menepati janji tepat waktu. Itu karena kehidupan rumah tangga Saleh "gali lubang-tutup lubang", bahkan gaji Saleh minus saban bulan.
Bukan rahasia lagi bila Odah acapkali menggilir tetangga untuk dimintai bumbu, pinjam beras dan uang, untuk memenuhi keperluan suami dan dua anaknya. Saking terlalu sering "minta, pinjam, dan ngutang", para tetangga dan beberapa pedagang bakulan di kampung pun tampaknya enggan meladeni permintaan Odah.
Sebenarnya Odah punya keterampilan memasak dan menjahit (bordir), malah sering berjualan makanan ringan di kampung. Hanya saja sang suami melarang berjualan, sebab Odah dianggap lebih mementingkan orang lain ketimbang suaminya.
v Analisis Kasus
Odah, yang kendati memiliki keterampilan untuk menghasilkan uang, tetapi karena tidak diizinkan suami mengembangkan kemampuan produktifnya, menjadikan dia terborgol kesibukan domestik rumah tangga, selain menimbulkan ketergantungan ekonomi baginya. Mungkin pula Odah merasa tertekan oleh "larangan" suami, namun tampaknya Odah tidak berani memberontak, sebab khawatir akan kena tinju atau takut dicerai suami.
Apalagi Saleh-seperti digambarkan di atas-berupaya menciptakan persepsi bahwa nafkah yang dimakan dan diminum selama ini adalah seakan hanya dari hasil kerjanya semata. Ketidakseimbangan Peran dalam rumah tangga itu terindikasi sebagai penyebab KDRT. Dalam hal ini bukan kekerasan secara fisik yang diterima Odah akan tetapi lebih kepada kekerasan secara psikologis. Terutama pengekangan hak nya untuk membantu suami mencari uang.
Dari kasus yang menimpa Odah tersebut dapat kita lihat begitu lemahnya seorang perempuan dibanding laki – laki. Laki – laki yang dalam hal ini adalah seorang suami begitu semena – mena memperlakukan istrinya. Istri harus menuruti semua keinginan suami walaupun dengan itu harus mengorbankan harga dirinya. Seorang istri yang sebenarnya mempunyai hak untuk mengeluarkan atau bebas berpendapat, terkadang harus takluk dan mematuhi semua keinginan suami walaupun keinginan tersebut terkadang juga bertentangan dengan hati nuraninya sendiri.
Seharusnya sang suami menyadari bahwa istri juga punya hak untuk mengembangkan diri, dan membantu suami mencari uang. Dengan alasan yang tidak masuk akal Saleh melarang Odah untuk bekerja, yaitu Odah dianggap lebih mementingkan orang lain. Padahal jika Odah bisa membagi waktu dengan baik maka hal yang dakhawatirkan oleh Saleh itu tidak akan terjadi. Dan bisa saja dengan bekerjanya Odah maka perekonomian mereka menjadi sedikit lebih baik.
Seorang istri yang sebenarnya mempunyai kehidupan sendiri (sebagai seorang wanita yang mempunyai hak dan kewajiban sendiri misalnya untuk bekerja) terkadang harus terpaku dengan rutinitas sehari – hari sebagai seorang ibu rumah tangga yang sibuk dengan urusan seputar dapur, pekerjaan rumah tangga nya (cuci baju, setrika, bersih – bersih rumah, dll), mengurusi suami dan anak. Akan tambah repot lagi jika seorang istri berperan ganda yaitu sebagai seorang wanita karier dan seorang ibu rumah tangga.
Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran seorang wanita dalam kehidupan ruimah tangga. Walaupun begitu, sebagian besar korban dari dunia kekerasan adalah perempuan. Adapun penyebab dari KDRT ini antara lain: istri ditinggal pergi suaminya ke luar negeri (jadi buruh migran) dalam jangka lama, suami tidak memberi nafkah lahir dan batin, istri yang menempuh perceraian karena tidak mau dimadu atau suami lebih menomorsatukan istri keduanya, selain para istri yang mengalami pemukulan oleh sang suami.
Selain kasus Odah ini sebenarnya masih banyak kasus KDRT lain yang terjadi namun tidak banyak diketahui oleh masyarakat banyak karena persoalan tertentu korban enggan berterus terang atau bahkan tidak tahu hendak ke mana mengadukan persoalannya. Terlebih di daerah pedesaan yang masih lekat dengan sistem budaya patriarkhi cenderung berpotensi menimbulkan KDRT secara terang-terangan maupun tersembunyi.
Selain itu disebabkan perempuan yang mengalami KDRT merasa malu, bahkan membuka persoalan rumah tangga kepada publik dianggap perbuatan aib. Budaya patriarkhi yang menempatkan laki-laki dalam posisi paling benar, sebagai pemimpin, tidak pernah salah, sementara istri adalah yang dipimpin, selalu kurang pengetahuannya dibandingkan suami, dalam kehidupan sosial turut menyumbang kasus KDRT. Seolah-olah sesuatu yang wajar bila perempuan mendapat kekerasan dari suami dengan alasan "mendidik" istri.
v Pencegahan dan Penanggulangan
Untuk kasus Odah & Saleh itu, sebaiknya Saleh membiarkan Odah ikut membantunya bekerja, dengan memanfaatkan beberapa ketrampilan yang dimilikinya. Siapa tahu dengan dibantu Odah perekonomian keluarga mereka menjadi sedikit lebih baik. Odah juga seharusnya bisa memberikan pengertian pada suami bahwa jika dia bekerja, dia bisa membagi waktu dengan baik antara bekerja dengan melayani suami, mengurus anak serta mengerjakan pekerjaan rumah tangganya. Jadi jangan sampai kekhawatiran Saleh bahwa jika Odah bekerja maka dia akan lupa waktu & lebih mementingkan orang lain daripada suaminya tidak akan terjadi. Sebaiknya Odah juga menyampaikan pada Saleh bahwa utang – utang nya di warung & tetangga sudah menumpuk, & harus sesegera mungkin untuk dibayar. Maka dari itu berikanlah kesempatan pada Odah untuk ikut membantu bekerja dengan begitu utang – utang nya bisa dilunasi juga.
Petugas lapangan diharuskan melakukan penyuluhan seputar hak dan kewajiban perempuan, termasuk hak mendapat gana-gini bila terjadi perceraian. Diskusi maupun dialog interaktif melalui radio, termasuk surat kabar, dengan menghadirkan tokoh agama dan tokoh adat, ditempuh sebagai bagian dari kegiatan sosialisasi. Dari kegiatan itu terlihat bahwa para istri tidak tahu harus mengadu kepada siapa bila mengalami kekerasan. Buktinya, sekitar 200-400 kalangan rumah tangga yang melakukan konsultasi (lewat telepon dan tatap muka) dengan lembaga advokasi mengadukan persoalan pribadi rumah tangganya dan minta solusi terbaik untuk mengatasi.
Semua itu mengindikasikan LSM, lembaga, bahkan instansi formal, belum optimal menangani KDRT. Katakanlah soal hak atas harta gana-gini yang ternyata tidak diketahui istri (perempuan) di daerah pedesaan. Tidak jarang istri yang diceraikan suami pulang ke rumah orangtuanya hanya membawa satu buntalan pakaian yang dibawa saat menikah dulu. Sementara lembaga pencatat pernikahan dan perceraian di pedesaan dinilai perlu lebih bekerja serius dan selektif. Kasus perkawinan usia dini dan perceraian yang terjadi di Pulau Lombok disebabkan lembaga itu tidak melakukan kontrol ketat sehingga memberi peluang gampangnya terjadi kawin-cerai.
Di samping itu, upaya yang dapat dilakukan adalah meningkatkan pola pikir, wawasan, pengetahuan dan kemampuan aparat untuk berpikir tidak bias gender dan mengatasi kasus berbasis gender. Pemerintah akan menyediakan fasilitas pelayanan terpadu bagi korban kekerasan terhadap perempuan dan anak. Juga berusaha mendorong perilaku masyarakat yang tidak memberi peluang terhadap kekerasan berbasis perempuan dan anak.
Begitu pentingnya peran seorang wanita yang telah mengandung dan melahirkan kita ke dunia ini. Maka dari itu tidak sepantasnya seorang laki – laki menyakiti perempuan. Jika ada seorang laki – laki yang tega menyakiti perempuan seharusnya mereka nerpikir dahulu sebelum bertindak. Berpikir bahwa apa yang terjadi jika ibu, saudara perempuan, atau anaknyalah yang disakiti oleh orang lain. Pasti kita tidak akan rela dan tega untuk membayangkannya.
Adanya keseimbangan peran. Mengetahui, & melaksanakan hak & kewajiban baik suami ataupun istri. Harus ada komunikasi yang baik antara suami & istri. Jika ada suatu masalah harus diselesaikan dengan kepala dingin. Jangan memakai emosi. Dan jangan suka membesarkan – besarkan suatu masalah. Jika ada suatu masalah yang sangat sulit untuk diselesaikan berdua maka jangan segan untuk meminta bantuan orang lain (orangtua, sahabat, saudara, atau oaring lain yang dianggap bisa memberikan solusi dalm menyelesaikan suatu masalah) untuk membantu menyelesaikannya. Itu semua merupakan sedikit dari banyaknya cara – cara untuk mencegah suatu KDRT & juga cara untuk menciptakan suatu hubungan yang baik antara suami & istri.
Mungkin sangat sulit untuk menghilangkan KDRT dari muka bimi ini. Tapi paling tidak kita telah berusaha untuk meminimalisirnya. Kejahatan terjadi bukan saja karena ada niat dari pelakunya tapi juga karena ada kesempatan. Jadi waspadalah – waspadalah!!!! )
sumber: Harian Kompas Senin, 17 Mei 2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar