Kamis, 26 Mei 2011

Akulturasi Cina-Jawa di Semarang


PENDAHULUAN

                        Kedatangan masyarakat asing di suatu daerah tentunya membawa pengaruh besar terhadap perkembangan daerah itu sendiri. Salah satu daerah di pesisir Jawa yang menjadi daerah persinggahan emigran Cina di Indonesia adalah Kota Semarang. Hal ini di awali oleh kedatangan muhibah Cheng Ho pada tahun 1412 Masehi, dengan membawa misi dagang yang terus berlanjut hingga abad ke 20. Sebagian besar perantauan Cina memiliki pengetahuan dan keterampilan berdagang. Ketika pada masa Kolonial Belanda, kegiatan dagang etnis Cina dibatasi dengan cara memindahkan kehidupan etnis Cina ke Pecinan, kegiatan perdagangan tetap berjalan pesat. Terutama adanya interaksi etnis Cina dengan pribumi. Dari kenyataan inilah terjadi akulturasi budaya Cina-Jawa di Kota Semarang hingga sekarang. Menurut sejarah, kota Semarang telah mampu berkembang sebagai transformasi budaya yang bersifat religi, tradisi, teknologi maupun aspirasi yang menjadi daya penggerak bernilai besar dalam memberi corak dan memperkaya kebudayaan.
                        Kebudayaan, menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi ( 1974 : 16 ) adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Mengacu pendapat tersebut, maka karya masyarakat akan menghasilkan teknologi dan kebudayaan yang berwujud benda, misalnya rumah, makanan, senjata, pakaian dan sebagianya
                        Akulturasi adalah proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu di hadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing yang berbeda sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur asing tersebut lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri. ( Koentjaraningrat, 1974:152)    
                        Dalam hal ini akulturasi merupakan proses pengambilan dan pemberian unsur kebudayaan tertentu dari dua jenis budaya, akibat adanya pertemuan kelompok-kelompok yang berlatar belakang budaya berbeda di tempat atau lokalitas yang sama. Masyarakat china yang berada di semarang, terdiri atas masyarakat china totok dan masyarakat china peranakan. Masyarakat china totok adalah masyarakay china yang eksklusif dan tertutup dari pengaruh lingkungan sosialnya. Sementara masyarakat china peranakan adalah masyarakat china yang proses sosialnya telah membaur dengan kehidupan masyarakat setempat. Menurut aspek kebudayaannya, china peranakan telah menjadi perantara timbulnya akulturasi budaya china dan jawa. Sementara yang dimaksud wilayah masyarakat jawa adalah masyarakat yang tinggal di jawa tengah, salah satunya semarang.
PEMBAHASAN

Kontak pertama massyarakat Cina di Semarang telah berlangsung sebelum kedatangan Cheng Ho yang mendarat di sekitar Mangkang ( Mangkang = wangkang = tongkang = perahu).kemudian dilanjutkan dengan menyusuri pantai dan tiba di Simongan, sebagai pemukiman awal orang cina di semarang sebelum pindah ke pecinan. Konon dulu ada seorang pesilat dari gedung batu bernama souw pan djiang yang melakukan pemberontakan di kartasura.
Perdagangan berkembang seiring dengan perkembangan sosio budaya dari berbagai etnik yang ikut serta dalam transaksi perdagangan. Terbentuklah penggolongan masyarakay akibat penyerapan unsur budaya. Misalnya, ada kecenderungan saling menirukan bahasa. Orang cina menirukan bahasa jawa, dan sebaliknya orang jawa menirukan bahasa cina.
Proses asimilasi yang terjadi pada masyarakat cina-jawa terjadi karena adanya faktor persamaan nilai sosial budaya antara keduanya.

  1. Sistem budaya yang mengatur nilai dan norma orang jawa dan orang cina. Bagi orang cina nilai yang ada berdasarkan ajaran konfusius, taoisme, dan budha, sedangkan bagi orang jawa berdasarkan ajaran dari leleuhur yang berprinsip pada tuhan.
  2. Sistem sosial yang mengatur aktivitas manusia dalam berinteraksi. Misalnya, nilai kerukunan, prinsip hormat, etika krbijaksanaan, prinsip jalan tengah, perkawinan dan sebagainya.
  3. Sistem yamng berupa hasil karya manusia yang dapat dilihat, dinikmati dan dirasakan. Kesenian cina dan jawa yang dirasakan sama, mempunyai perbedaan bentuk. Orang cina mengenal leang-leong, sementara orang jawa mengenal kuda lumping.
Akulturasi budaya Cina – Jawa pada abad XX tetap berlangsung karena latar belakang perdagangan. Namun juga disadari oleh beberapa hal, seperti:

  1. Sistem Kepercayaan (Religi)
Masayarakat jawa yang membuat bentuk sesajen, slametan, ruwatan dengan makanan jajan pasar, seperti apem, wajik, jaddah, serabi dll. Sementara masyarakat cina yang mengadakan slametan di klenteng, juga membuat makanan seperti nasi tumpeng lengkap dengan lauk pauknya, opor ayam, anten-anten, ketan, nasi dengan ikan laut, bubur merah dan bubur putih.
Selain itu ada bentuk acara religi budaya yang masih terus dilaksanakan setiap menyambut dtangnya bulan puasa, yaitu Dhugderan dan warak ngendok. Acara ini diramaikan pemukulan bedug dan ledakan mercon besar. Maskot acara dhugderan ini adalah warak ngendok. Warak berasal dari kata wira’i , artinya patuh dan taat kepada tuhan YME, mengikuti segala perintah dan menjauhi larangan-Nya. Endhog atau telur merupakan iming-iming untuk anak-anak agar mau berpuasa. Sosok binatang warak adalah gabungan multi budaya masyarakat semarang. Kepala warak berbentuk kepala naga, melambangkan etnis cina. Leher panjang seperti leher onta, melambangkan etnis arab. Badannya seperti kambing jawa, melambangkan etnis jawa.

  1. Sistem Bahasa
Akulturasi budaya Cina-Jawa dalam bidang bahasa terjadi dalam bentuk peminjaman istilah pada bahas lisan atau tulisan. Bahasa lisan digunakan dalam percakapan perdagangan, seperti:mengko, ndhek wingi, ora iso dan sebagainya. Sebaliknya orang jawa menyebut ce-pek(=seratus),no-pek (-dua ratus), se-jeng (=seribu) dan cem-ban (=sepuluh ribu).
Bahasa tulisan digunakan dalam penggantian nama orang cina dalam bahasa jawa. Hal ini dilakukan karena masyarakat cina ingin membaur dengan masyarakat jawa dalam kepentingan perdagangan, seperti: Kho Tjong Han menjadi handoyo, Ong Kho Tjing menjadi Ongkowijoyo. Atau dihubungkan dengan fengshui, seperti budi tirto, yang masih mengandung unsur air sebagai sumber kehidupan.
Atau menggabungkan istilah cina-jawa dalam perdagangan, seperti swieke purwodadi, lunpia semarang, dan sebagainya. Bakso yang semula adalah makanan dari daging babi (bak) yang di cacah dan dibentuk bulat (so), kemudian oleh orang jawa tidak dibuat dari daging babi tetapi dari daging sapi atau ikan.
  1. Sistem Budaya
Akulturasi budaya cina-jawa muncul dalam hal makanan tradisional. Bakpao yamg semula isinya daging babi, kemudian oleh orang jawa diganti dengan daging sapi atau kacang ijo.
Capjay yang semula berupa campuran sayur, oleh orang jawa di modifikasi dengan sayur dan bahan sesuai dengan selera orang jawa.
Mie titee adlah masakan khas cina berupa masakan mie yang dicampur sayur bayam dan daging babi bagian kaki. Kemudian berkembang dengan bentuk mie kopyok yang berupa mie rebus dengan taoge dan kerupuk yang diremuk dengan saus bawang putih.

  1. Sistem Pengetahuan
kebudayaan sungai kuning (cina) termasuk salah satu kebudayaan yang mempunyai peradaban tertinggi di dunia. Buktinya bahwa hasil kebudayaan tetap berkelanjutan bahkan diwarisi hingga sekarang. Salah satunya adalah bentuk pengetahuan untuk menentukan letak yang baik berdasarkan perhitungan alam (fengshui) dan pengobatan (shin she).
  • Feng Shui
Di kalangan masyarak jawa mendirikan rumah perlu mempertimbangkan waktu yang baik atau letak rumah, arah rumah sesuai dengan perhitungan atau horoskop jawa. Tujuannya agar ketika rumah ditempati tidak membawa sial tetapi mebawa keberuntungan bagi pemiliknya dan penghuninya.
Di kalangan masyarakat cina, hal ini dikenal dengan istilah feng shui atau hong shui. Dilihat dari asal katanya, feng artinya angin dan shui artinya air. Prinsipnya bumi mempunyai getaran magnetik. Bila bisa menempatkan diri pada arah dan posisi sesuai sifat magnetik alam semesta, maka keberuntungan manusia bisa dioptimalkan dengan memanfaatkan kekuatan alam di tempat tinggalnya. Tujuan akhir ilmu feng shui adalh mendapatkan keberuntungan dan keharmonisan dalam hidup manusia. Hal ini hampir sama dengan primbon yang berlaku pada masyarakat jawa, yang menghitung secara tepat berdasarkan tanggal kelahiran (weton) dan kedudukan seseorang dalm keluarga, dengan maksud mengetahui keberuntungan. Apabila nasibnya jauh dari keberuntungan, maka perlu menghindari nasib kurang beruntung dengan mengusahakan upacara ruwatan.
  • Sin she
Istilah sin she dalam bahasa cina mengandung arti tabib, guru atau ahli. Dalam perkembangannya istilah ini identik dengan pengobatan tradisional cina yang dilakukan oleh tabib yang mendeteksi suatu penyakit, menemukan dan melakukan pengobatan terhadap jenis penyakit tersebut. Jenisnya bermacam-macam. Contohnya tusuk jarum atau akupuntur yang mencari ketidak seimbangan tubuh manusia melalui denyut nadi pada pergelangan tangan kanan. Kemudian jika ditemukan penyakit dan penyebabnya, maka dapat dilakukan tusuk jarum atau pengobatan dengan ramuan obat .
Dikalangan masyarakat jawa, pengobatan semacam ini dilakukan oleh dukun dwngan cara memijat bagian tubuh tertentu yang ada kaitannya dengan penyakit yang diderita pasien, kemudian dibuatkan ramuan obatnya.
Jenis obat atau ramuan ini menggunakan bahan-bahan alami yang terdapat di bumi, seperti akar-akaran (temu lawak, kencur, kapulaga) dan daun-daunan (sambiroto, kumis kucing). Di semarang praktik pengobatan semacam ini banyak ditemui di sekitar daerah pecinan.

  1. Sistem Kemasyarakatan
Sistem kekemasyarakatan yang dimaksud adalah sistem perkawinan antara orang jawa dengan cina yang disebut kawin campuran  (amalgasi). Hal ini dapat terjadi karena eratnya hubungan perdagangan antara etnis Jawa dengan etnis Cina.. Bentuk yang nyata adanya kegiatan ini adalah munculnya model pakaian pengantin khas Semarangan, yang disebut Pengantin Kaji dan Encik.
Mengacu pada Album Pakaian Tradisional Jawa Tengah, model pakaian pengantin pria gaya Semarangan (pakaian Kaji) adalah mengenakan daster (gamis) yang terbuat dari kain sutera dalam jas yang dihiasi payet dan berkrah shanghai. Kemudian mengenakan celana panjang sesuai dengan warna jas. Kemudian menggunakan selop dan kaos tangan warna putih serta surban dengan cunduk menthul, bunga melati, mawar, cempaka kuning dan kanthil. Bagian badan mengenakan selempang kuning dan membawa pedang.
Sementara pakaian pengantin putri (encik) mengenakan kebaya bludru warna biru tua bersulam dengan hiasan gim dan hiasan bertabur kancing keemasan. Krah model shanghai. Mengenakan kain sarung songket, selop, kaos tangan warna putih, kembang konde yang dipasang di bagian tengah , di atas konde terdapat permata, di kanan kirinya terdapat sisir melati perak. Pada konde terdapat kembang goyang (cunduk menthul) berjumlah 30 buah. Kemudian ditambah hiasan lain seperti : pilis emas, mahkota (jamang), sumping perak permata di kanan kiri telinga, hiasan bunga cempaka kuning di belakang telinga dan ditusuk bunga melati. Ada juga anting-anting panjang seperti yang dipakai orang Cina (anting-anting tes-tes).

  1. Sistem Kesenian
Gambang Semarang adalah salah satu bentuk seni pertunjukan tradisional kota Semarang yang terdiri atas seni musik, vocal, tari dan lawak sebagai seni tradisi kerakyatan. Gambang Semarang bukan kesenian asli pribumi Semarang, tetapi berasal dari Gambang Kromong Jakarta sebagai perpaduan unsur kesenian masyarakat Cina dan pribumi. Namun mengalami perkembangan sehingga berbeda dari Gambang Kromong. Iramanya dinamis dan menyatu dengan tarian gemulai. Kekhasannya pada gerak telapak kaki jungkat jungkit sesuai irama lagu dan diselingi sikap jongkok. Ragam gerak baku Gambang Semarangan ada 3 (tiga) macam, yaitu : Ngondhek, Ngeyek dan Genjot. Rata-rata adalah goyang pinggul. Tipe musiknya adalah langgam berirama 4/4. bersifat gembira, jenaka atau humor. Lagu Empat Penari karya Oei Yok Siang dikenal sebagai Lagu Gambang Semarang. Busana penari laki-laki terdiri atas baju putih lengan panjang (baju koko Cina), celana hitam, peci dan sarung. Atau busana Kenang yang memakai baju surjan kerah shanghai dengan bawahan batik pantura, ikat pinggang kulit dan ikat kepala bercorak monggang. Sementara penari wanita atau penyanyinya memakai kebaya encim putih dibordir batik pesisiran dibalut kain panjang pesisiran.

Beberapa faktor yang mempermudah terjadinya akulturasi budaya Cina-Jawa, yaitu:
  1. Toleransi
Masyarakat Cina yang menetap di Semarang mempunyai upaya untuk dapat diterima dengan menyesuaikan diri (adaptasi) terhadap lingkungan. Masyarakat setempat menerima orang Cina tanpa prasangka.
  1. Sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya
Masyarakat Cina membaur dengan masayarakat Jawa, terutama ketika perayaan tahun baru Imlek, sembahyang ala Cina dengan menggunakan hio di rumah atau klenteng.

  1. Sikap terbuka dari golongan penguasa dalam masyarakat
Cara berpakaian adat masyarakat Cina, seperti kucir, pakaian theng-sha (baju panjang Cina). Dalam hal pendidikan ada sekolah untuk anak golongan tertentu yaitu Hollandsch Chinesesch School (HCS) dan Sekolah Ongkosiji dan Ongkoloro untuk anak pribumi.
  1. Persamaan unsur kebudayaan
Dalam sistem religi ada persamaan kebudayaan masyarakat Cina – Jawa, seperti sesajen jajan pasar, yang dilakukan saat satu suro (Jawa) dan hari raya Imlek (Cina). Sajian khas seperti.
·         Kue Mangkok atau Kue Moho, yang melambangkan sumber rejeki atau permohonan karunia sumber rejeki.
·         Kue Kura atau Kuweh Ku, yang melambangkan panjang umur seperti binatang kura-kura yang hidupnya beribu-ribu tahun.
·         Tumpeng dan makanan lainnya, yang melambangkan ucapan syukur atas berkat Tuhan.

Beberapa faktor yang dapat menghambat akulturasi budaya cina-jawa, yaitu:
  1. Perbedaan ciri badaniah
Orang Cina mempunyai warna kulit kuning, mata sipit dan rambut lurus. Sedangkan orang Jawa mempunyai warna kulit sawo matang (coklat), mata tidak sipit.
  1. Perasaan dalam kelompok
Hal ini dipengaruhi kebijaksanaan pemerintah Belanda, sehingga bersifat eksklusif dan cenderung tidak ingin membaur.
  1. Dominasi ekonomi
Banyak usaha yang dijalankan dengan kerabat dekatnya, Sementara di luar kerabat atau keluarga hanya terbatas tenaga administrasi atau buruh.



KESIMPULAN

  1. Akulturasi merupakan proses pengambilan dan pemberian unsur kebudayaan tertentu dari dua jenis budaya, akibat adanya pertemuan kelompok-kelompok yang berlatar belakang budaya berbeda di tempat atau lokalitas yang sama.

  1. Akulturasi yang terjadi di daerah semarang telah berlangsung sejak kedatangan bangsa asing melalui kegiatan perdagangan. Kelompok yang paling dominan berperan dalam kegiatan perdagangan ini adalah etnis cina.


  1. Akulturasi membawa pengaruh besar pada kehidupan masyarakat setempat, seperti: sistem religi, budaya, bahasa, pakaian, kesenian, pengetahuandan ekonomi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar