PENDAHULUAN
Kedatangan
masyarakat asing di suatu daerah tentunya membawa pengaruh besar terhadap
perkembangan daerah itu sendiri. Salah satu daerah di pesisir Jawa yang menjadi
daerah persinggahan emigran Cina di Indonesia adalah Kota Semarang. Hal ini di
awali oleh kedatangan muhibah Cheng Ho pada tahun 1412 Masehi, dengan membawa
misi dagang yang terus berlanjut hingga abad ke 20. Sebagian besar perantauan
Cina memiliki pengetahuan dan keterampilan berdagang. Ketika pada masa Kolonial
Belanda, kegiatan dagang etnis Cina dibatasi dengan cara memindahkan kehidupan
etnis Cina ke Pecinan, kegiatan perdagangan tetap berjalan pesat. Terutama
adanya interaksi etnis Cina dengan pribumi. Dari kenyataan inilah terjadi
akulturasi budaya Cina-Jawa di Kota Semarang hingga sekarang. Menurut sejarah,
kota Semarang telah mampu berkembang sebagai transformasi budaya yang bersifat
religi, tradisi, teknologi maupun aspirasi yang menjadi daya penggerak bernilai
besar dalam memberi corak dan memperkaya kebudayaan.
Kebudayaan,
menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi ( 1974 : 16 ) adalah semua hasil
karya, rasa, dan cipta masyarakat. Mengacu pendapat tersebut, maka karya
masyarakat akan menghasilkan teknologi dan kebudayaan yang berwujud benda,
misalnya rumah, makanan, senjata, pakaian dan sebagianya
Akulturasi
adalah proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu
kebudayaan tertentu di hadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing
yang berbeda sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur asing tersebut lambat laun
diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri. ( Koentjaraningrat, 1974:152)
Dalam
hal ini akulturasi merupakan proses pengambilan dan pemberian unsur kebudayaan
tertentu dari dua jenis budaya, akibat adanya pertemuan kelompok-kelompok yang
berlatar belakang budaya berbeda di tempat atau lokalitas yang sama. Masyarakat
china yang berada di semarang, terdiri atas masyarakat china totok dan
masyarakat china peranakan. Masyarakat china totok adalah masyarakay china yang
eksklusif dan tertutup dari pengaruh lingkungan sosialnya. Sementara masyarakat
china peranakan adalah masyarakat china yang proses sosialnya telah membaur
dengan kehidupan masyarakat setempat. Menurut aspek kebudayaannya, china
peranakan telah menjadi perantara timbulnya akulturasi budaya china dan jawa.
Sementara yang dimaksud wilayah masyarakat jawa adalah masyarakat yang tinggal
di jawa tengah, salah satunya semarang.
PEMBAHASAN
Kontak pertama massyarakat
Cina di Semarang telah berlangsung sebelum kedatangan Cheng Ho yang mendarat di
sekitar Mangkang ( Mangkang = wangkang = tongkang = perahu).kemudian
dilanjutkan dengan menyusuri pantai dan tiba di Simongan, sebagai pemukiman
awal orang cina di semarang sebelum pindah ke pecinan. Konon dulu ada seorang
pesilat dari gedung batu bernama souw pan djiang yang melakukan pemberontakan
di kartasura.
Perdagangan berkembang seiring
dengan perkembangan sosio budaya dari berbagai etnik yang ikut serta dalam
transaksi perdagangan. Terbentuklah penggolongan masyarakay akibat penyerapan
unsur budaya. Misalnya, ada kecenderungan saling menirukan bahasa. Orang cina
menirukan bahasa jawa, dan sebaliknya orang jawa menirukan bahasa cina.
Proses asimilasi yang terjadi
pada masyarakat cina-jawa terjadi karena adanya faktor persamaan nilai sosial
budaya antara keduanya.
- Sistem budaya yang mengatur nilai dan norma orang jawa dan orang cina. Bagi orang cina nilai yang ada berdasarkan ajaran konfusius, taoisme, dan budha, sedangkan bagi orang jawa berdasarkan ajaran dari leleuhur yang berprinsip pada tuhan.
- Sistem sosial yang mengatur aktivitas manusia dalam berinteraksi. Misalnya, nilai kerukunan, prinsip hormat, etika krbijaksanaan, prinsip jalan tengah, perkawinan dan sebagainya.
- Sistem yamng berupa hasil karya manusia yang dapat dilihat, dinikmati dan dirasakan. Kesenian cina dan jawa yang dirasakan sama, mempunyai perbedaan bentuk. Orang cina mengenal leang-leong, sementara orang jawa mengenal kuda lumping.
Akulturasi budaya Cina – Jawa pada abad XX tetap
berlangsung karena latar belakang perdagangan. Namun juga disadari oleh
beberapa hal, seperti:
- Sistem Kepercayaan (Religi)
Masayarakat jawa yang membuat
bentuk sesajen, slametan, ruwatan dengan makanan jajan pasar, seperti apem,
wajik, jaddah, serabi dll. Sementara masyarakat cina yang mengadakan slametan
di klenteng, juga membuat makanan seperti nasi tumpeng lengkap dengan lauk
pauknya, opor ayam, anten-anten, ketan, nasi dengan ikan laut, bubur merah dan
bubur putih.
Selain itu ada bentuk acara
religi budaya yang masih terus dilaksanakan setiap menyambut dtangnya bulan
puasa, yaitu Dhugderan dan warak ngendok. Acara ini diramaikan pemukulan bedug
dan ledakan mercon besar. Maskot acara dhugderan ini adalah warak ngendok.
Warak berasal dari kata wira’i , artinya patuh dan taat kepada tuhan YME,
mengikuti segala perintah dan menjauhi larangan-Nya. Endhog atau telur
merupakan iming-iming untuk anak-anak agar mau berpuasa. Sosok binatang warak
adalah gabungan multi budaya masyarakat semarang. Kepala warak berbentuk kepala
naga, melambangkan etnis cina. Leher panjang seperti leher onta, melambangkan
etnis arab. Badannya seperti kambing jawa, melambangkan etnis jawa.
- Sistem Bahasa
Akulturasi budaya Cina-Jawa
dalam bidang bahasa terjadi dalam bentuk peminjaman istilah pada bahas lisan
atau tulisan. Bahasa lisan digunakan dalam percakapan perdagangan,
seperti:mengko, ndhek wingi, ora iso dan sebagainya. Sebaliknya orang jawa
menyebut ce-pek(=seratus),no-pek (-dua ratus), se-jeng (=seribu) dan cem-ban
(=sepuluh ribu).
Bahasa tulisan digunakan dalam
penggantian nama orang cina dalam bahasa jawa. Hal ini dilakukan karena
masyarakat cina ingin membaur dengan masyarakat jawa dalam kepentingan
perdagangan, seperti: Kho Tjong Han menjadi handoyo, Ong Kho Tjing menjadi
Ongkowijoyo. Atau dihubungkan dengan fengshui, seperti budi tirto, yang masih
mengandung unsur air sebagai sumber kehidupan.
Atau menggabungkan istilah
cina-jawa dalam perdagangan, seperti swieke purwodadi, lunpia semarang, dan
sebagainya. Bakso yang semula adalah makanan dari daging babi (bak) yang di
cacah dan dibentuk bulat (so), kemudian oleh orang jawa tidak dibuat dari daging
babi tetapi dari daging sapi atau ikan.
- Sistem Budaya
Akulturasi budaya cina-jawa
muncul dalam hal makanan tradisional. Bakpao yamg semula isinya daging babi,
kemudian oleh orang jawa diganti dengan daging sapi atau kacang ijo.
Capjay yang semula berupa
campuran sayur, oleh orang jawa di modifikasi dengan sayur dan bahan sesuai
dengan selera orang jawa.
Mie titee adlah masakan khas
cina berupa masakan mie yang dicampur sayur bayam dan daging babi bagian kaki.
Kemudian berkembang dengan bentuk mie kopyok yang berupa mie rebus dengan taoge
dan kerupuk yang diremuk dengan saus bawang putih.
- Sistem Pengetahuan
kebudayaan sungai kuning (cina) termasuk salah
satu kebudayaan yang mempunyai peradaban tertinggi di dunia. Buktinya bahwa
hasil kebudayaan tetap berkelanjutan bahkan diwarisi hingga sekarang. Salah
satunya adalah bentuk pengetahuan untuk menentukan letak yang baik berdasarkan
perhitungan alam (fengshui) dan pengobatan (shin she).
- Feng Shui
Di kalangan masyarak jawa
mendirikan rumah perlu mempertimbangkan waktu yang baik atau letak rumah, arah
rumah sesuai dengan perhitungan atau horoskop jawa. Tujuannya agar ketika rumah
ditempati tidak membawa sial tetapi mebawa keberuntungan bagi pemiliknya dan
penghuninya.
Di kalangan masyarakat cina,
hal ini dikenal dengan istilah feng shui atau hong shui. Dilihat dari asal
katanya, feng artinya angin dan shui artinya air. Prinsipnya bumi mempunyai
getaran magnetik. Bila bisa menempatkan diri pada arah dan posisi sesuai sifat
magnetik alam semesta, maka keberuntungan manusia bisa dioptimalkan dengan
memanfaatkan kekuatan alam di tempat tinggalnya. Tujuan akhir ilmu feng shui
adalh mendapatkan keberuntungan dan keharmonisan dalam hidup manusia. Hal ini
hampir sama dengan primbon yang berlaku pada masyarakat jawa, yang menghitung
secara tepat berdasarkan tanggal kelahiran (weton) dan kedudukan seseorang dalm
keluarga, dengan maksud mengetahui keberuntungan. Apabila nasibnya jauh dari
keberuntungan, maka perlu menghindari nasib kurang beruntung dengan
mengusahakan upacara ruwatan.
- Sin she
Istilah sin she dalam bahasa
cina mengandung arti tabib, guru atau ahli. Dalam perkembangannya istilah ini
identik dengan pengobatan tradisional cina yang dilakukan oleh tabib yang
mendeteksi suatu penyakit, menemukan dan melakukan pengobatan terhadap jenis
penyakit tersebut. Jenisnya bermacam-macam. Contohnya tusuk jarum atau akupuntur
yang mencari ketidak seimbangan tubuh manusia melalui denyut nadi pada
pergelangan tangan kanan. Kemudian jika ditemukan penyakit dan penyebabnya,
maka dapat dilakukan tusuk jarum atau pengobatan dengan ramuan obat .
Dikalangan masyarakat jawa,
pengobatan semacam ini dilakukan oleh dukun dwngan cara memijat bagian tubuh
tertentu yang ada kaitannya dengan penyakit yang diderita pasien, kemudian dibuatkan
ramuan obatnya.
Jenis obat atau ramuan ini menggunakan bahan-bahan
alami yang terdapat di bumi, seperti akar-akaran (temu lawak, kencur, kapulaga)
dan daun-daunan (sambiroto, kumis kucing). Di semarang praktik pengobatan
semacam ini banyak ditemui di sekitar daerah pecinan.
- Sistem Kemasyarakatan
Sistem kekemasyarakatan yang
dimaksud adalah sistem perkawinan antara orang jawa dengan cina yang disebut
kawin campuran (amalgasi). Hal ini dapat terjadi karena eratnya
hubungan perdagangan antara etnis Jawa dengan etnis Cina.. Bentuk yang nyata
adanya kegiatan ini adalah munculnya model pakaian pengantin khas Semarangan,
yang disebut Pengantin Kaji dan Encik.
Mengacu pada Album Pakaian Tradisional Jawa
Tengah, model pakaian pengantin pria gaya Semarangan (pakaian Kaji) adalah
mengenakan daster (gamis) yang terbuat dari kain sutera dalam jas yang dihiasi
payet dan berkrah shanghai. Kemudian mengenakan celana panjang sesuai dengan
warna jas. Kemudian menggunakan selop dan kaos tangan warna putih serta surban
dengan cunduk menthul, bunga melati, mawar, cempaka kuning dan kanthil. Bagian
badan mengenakan selempang kuning dan membawa pedang.
Sementara pakaian pengantin
putri (encik) mengenakan kebaya bludru warna biru tua bersulam dengan hiasan
gim dan hiasan bertabur kancing keemasan. Krah model shanghai. Mengenakan kain
sarung songket, selop, kaos tangan warna putih, kembang konde yang dipasang di
bagian tengah , di atas konde terdapat permata, di kanan kirinya terdapat sisir
melati perak. Pada konde terdapat kembang goyang (cunduk menthul) berjumlah 30
buah. Kemudian ditambah hiasan lain seperti : pilis emas, mahkota (jamang),
sumping perak permata di kanan kiri telinga, hiasan bunga cempaka kuning di
belakang telinga dan ditusuk bunga melati. Ada juga anting-anting panjang
seperti yang dipakai orang Cina (anting-anting tes-tes).
- Sistem Kesenian
Gambang Semarang adalah salah
satu bentuk seni pertunjukan tradisional kota Semarang yang terdiri atas seni
musik, vocal, tari dan lawak sebagai seni tradisi kerakyatan. Gambang Semarang
bukan kesenian asli pribumi Semarang, tetapi berasal dari Gambang Kromong
Jakarta sebagai perpaduan unsur kesenian masyarakat Cina dan pribumi. Namun
mengalami perkembangan sehingga berbeda dari Gambang Kromong. Iramanya dinamis
dan menyatu dengan tarian gemulai. Kekhasannya pada gerak telapak kaki jungkat
jungkit sesuai irama lagu dan diselingi sikap jongkok. Ragam gerak baku Gambang
Semarangan ada 3 (tiga) macam, yaitu : Ngondhek, Ngeyek dan Genjot. Rata-rata
adalah goyang pinggul. Tipe musiknya adalah langgam berirama 4/4. bersifat
gembira, jenaka atau humor. Lagu Empat Penari karya Oei Yok Siang dikenal
sebagai Lagu Gambang Semarang. Busana penari laki-laki terdiri atas baju putih
lengan panjang (baju koko Cina), celana hitam, peci dan sarung. Atau busana
Kenang yang memakai baju surjan kerah shanghai dengan bawahan batik pantura,
ikat pinggang kulit dan ikat kepala bercorak monggang. Sementara penari wanita
atau penyanyinya memakai kebaya encim putih dibordir batik pesisiran dibalut
kain panjang pesisiran.
Beberapa faktor yang mempermudah terjadinya
akulturasi budaya Cina-Jawa, yaitu:
- Toleransi
Masyarakat Cina yang menetap
di Semarang mempunyai upaya untuk dapat diterima dengan menyesuaikan diri
(adaptasi) terhadap lingkungan. Masyarakat setempat menerima orang Cina tanpa
prasangka.
- Sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya
Masyarakat Cina membaur dengan
masayarakat Jawa, terutama ketika perayaan tahun baru Imlek, sembahyang ala
Cina dengan menggunakan hio di rumah atau klenteng.
- Sikap terbuka dari golongan penguasa dalam masyarakat
Cara berpakaian adat
masyarakat Cina, seperti kucir, pakaian theng-sha (baju panjang Cina). Dalam
hal pendidikan ada sekolah untuk anak golongan tertentu yaitu Hollandsch
Chinesesch School (HCS) dan Sekolah Ongkosiji dan Ongkoloro untuk anak pribumi.
- Persamaan unsur kebudayaan
Dalam sistem religi ada persamaan kebudayaan
masyarakat Cina – Jawa, seperti sesajen jajan pasar, yang dilakukan saat satu
suro (Jawa) dan hari raya Imlek (Cina). Sajian khas seperti.
·
Kue
Mangkok atau Kue Moho, yang melambangkan sumber rejeki atau permohonan karunia
sumber rejeki.
·
Kue
Kura atau Kuweh Ku, yang melambangkan panjang umur seperti binatang kura-kura
yang hidupnya beribu-ribu tahun.
·
Tumpeng
dan makanan lainnya, yang melambangkan ucapan syukur atas berkat Tuhan.
Beberapa faktor yang dapat menghambat akulturasi
budaya cina-jawa, yaitu:
- Perbedaan ciri badaniah
Orang Cina mempunyai warna
kulit kuning, mata sipit dan rambut lurus. Sedangkan orang Jawa mempunyai warna
kulit sawo matang (coklat), mata tidak sipit.
- Perasaan dalam kelompok
Hal ini dipengaruhi
kebijaksanaan pemerintah Belanda, sehingga bersifat eksklusif dan cenderung
tidak ingin membaur.
- Dominasi ekonomi
Banyak usaha yang dijalankan
dengan kerabat dekatnya, Sementara di luar kerabat atau keluarga hanya terbatas
tenaga administrasi atau buruh.
KESIMPULAN
- Akulturasi merupakan proses pengambilan dan pemberian unsur kebudayaan tertentu dari dua jenis budaya, akibat adanya pertemuan kelompok-kelompok yang berlatar belakang budaya berbeda di tempat atau lokalitas yang sama.
- Akulturasi yang terjadi di daerah semarang telah berlangsung sejak kedatangan bangsa asing melalui kegiatan perdagangan. Kelompok yang paling dominan berperan dalam kegiatan perdagangan ini adalah etnis cina.
- Akulturasi membawa pengaruh besar pada kehidupan masyarakat setempat, seperti: sistem religi, budaya, bahasa, pakaian, kesenian, pengetahuandan ekonomi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar