ERICH FROMM
A.
Biografi Erich Fromm
Erich
Pinchas Fromm (lahir 23 Maret 1900 – meninggal 18 Maret 1980 pada umur 79
tahun, merupakan seorang psikologi, psikoanalis, dan filosofi manusia
berkebangsaan Jerman. Dia merupakan asosiasi untuk Sekolah Frankfurt untuk
teori kritik. Belajar psikologi dan sosiologi di Universitas Heidelberg,
Frankfurt, dan Munich. Setelah meraih gelar Ph.D dari Heidelberg (1922), ia
belajar psikoanalisis di Munich dan pada Institut Psikoanalisis Chicago
kemudian ia melakukan praktik privat di New York City.
B. Teori Kepribadian Erich Fromm
Fromm
sangat dipengaruhi oleh tulisan Karl Marx, terutama oleh karyanya yang pertama,
The Economic and Philosophical Manuscripts yang ditulis pada tahun 1944. Fromm
membandingkan ide-ide Freud dan Marx, menyelidiki kontradiksi-kontradiksinya
dan melakukan percobaan yang sintesis. Fromm memandang Marx sebagai pemikir
yang lebih ulung daripada Freud dan menggunakan psokoanalisa, terutama untuk
mengisi celah-celah pemikiran Marx. Pada tahun 1959, Fromm menulis analisis
yang sangat kritis bahkan polemis tentang kepribadian Freud dan pengaruhnya,
sebaliknya berbeda sekali dengan kata-kata pujian yang diberikan kepada Marx
pada tahun 1961. Meskipun Fromm deapat disebut sebagai seorang teoritikus
kepribadian Marxian, ia sendiri lebih suka disebut humanis dialetik.
Tulisan-tulisan Fromm dipengaruhi oleh pengetahuannya yang luas tentang
sejarah, sosiologi, kesusastraan, dan filsafat.
Tema
dasar dari dasar semua tulisan Fromm adalah individu yang merasa kesepian dan
terisolir karena ia dipisahkan dari alam dan orang-orang lain. Keadaan isolasi
ini tidak ditemukan dalam semua spesies binatang, itu adalah situasi khas
manusia. Dalam bukunya Escape from Freedom (1941), ia mengembangkan tesis bahwa
manusia menjadi semakin bebas dari abad ke abad, maka mereka juga makin merasa
kesepian (being lonely). Jadi, kebebasan menjadi keadaan yang negatif dari mana
manusia melarikan diri. Dan jawaban dari kebebasan yang pertama adalah semangat
cinta dan kerjasama yang menghasilkan manusia yang mengembangkan masyarakat
yang lebih baik, yang kedua adalah manusia merasa aman dengan tunduk pada
penguasa yang kemudian dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat.
Dalam
buku-buku Fromm berikutnya (1947, 1955, 1964), dikatakan bahwa setiap
masyarakat yang telah diciptakan manusia, entah itu berupa feodalisme,
kapitalisme, fasisme, sosialisme, dan komunisme, semuanya menunjukkan usaha
manusia untuk memecahkan kontradiksi dasar manusia. Kontradiksi yang dimaksud
adalah seorang pribadi merupakan bagian tetapi sekaligus terpisah dari alam,
merupakan binatang sekaligus manusia. Sebagai binatang, orang memiliki
kebutuhan-kebutuhan fisik tertentu yang harus dipuaskan. Sebagai manusia, orang
memiliki kesadaran diri, pikiran dan daya khayal. Pengalaman-pengalaman khas
manusia meliputi perasaan lemah lembut, cinta, perasaan kasihan, sikap-sikap
perhatian, tanggung jawab, identitas, intergritas, bisa terluka, transendensi,
dan kebebasan, nilai-nilai serta norma-norma.
Kemudian
teori Erich Fromm mengenai watak masyarakat mengakui asumsi transmisi
kebudayaan dalam hal membentuk kepribadian tipikal atau kepribadian kolektif.
Namun Fromm juga mencoba menjelaskan fungsi-fungsi sosio-historik dari tipe
kepribadian tersebut yang menghubungkan kebudayaan tipikal dari suatu
kebudayaan obyektif yang dihadapi suatu masyarakat. Untuk merumuskan hubungan
tersebut secara efektif, suatu masyarakat perlu menerjemahkannya ke dalam
unsur-unsur watak (traits) dari individu anggotanya agar mereka bersedia
melaksanakan apa yang harus dilakukan.
·
Fromm membagi sistem struktur
masyarakat menjadi tiga bagian berdasar karakter sosialnya:
1.
Masyarakat
Pecinta Kehidupan
Karakter
sosial masyarakat ini penuh cita-cita, menjaga kelangsungan dan perkembangan
kehidupan dalam segala bentuknya. Dalam sistem masyarakat seperti ini,
kedestruktifan dan kekejaman sangat jarang terjadi, tidak didapati hukuman
fisik yang merusak. Upaya kerja sama dalam struktur sosial masyarakat seperti
ini banyak dijumpai.
2.
Masyarakat
Non-Destruktif-Agresif
Masyarakat
ini memiliki unsur dasar tidak destruktif, meski bukan hal yang utama,
masyarakat ini memandang keagresifam dan kedestruktifan adalah hal biasa.
Persaingan, hierarki merupakan hal yang lazim ditemui. Masyarakat ini tidak
memiliki kelemah-lembutan, dan saling percaya.
3.
Masyarakat
Destruktif
Masyarakat
yang karakter sosialnya adalah destruktif, agresif, kebrutalan, dendam,
pengkhianatan dan penuh dengan permusuhan. Biasanya pada masyarakat seperti ini
sangat sering terhadi persaingan, mengutamakan kekayaan, yang jika bukan dalam
bentuk materi berupa mengunggulkan simbol.
·
Fromm juga menyebutkan dan
menjelaskan lima tipe karakter sosial yang ditemukan dalam masyarakat dewasa
ini, yakni:
- Tipe Reseptif
Mengharapkan
dukungan dari pihak luar.
- Tipe Eksploitasi
Memaksa
orang lain untuk mengikuti keinginannya.
- Tipe Penimbunan
Suka
mengumpulkan dan menimbun barang suatu materi.
- Tipe Pemasaran
Suka
menawarkan dan menjual barang.
- Tipe Produktif
Karakter
yang kreatif dan selalu berusaha untuk menggunakan barang-barang untuk suatu
kemajuan.
- Tipe Nekrofilus-biofilus
Nekrofilus
orang yang tertarik dengan kematian, biofilus:orang yang mencintai kehidupa.
Fromm
juga memngemukakan bahwa bila masyarakat berubah secara mendasar, sebagaimana
terjadi ketika feodalisme berubah menjadi kapitalisme atau ketika sistem pabrik
menggeser tenaga tukang, perubahan semacam itu akan mengakibatkan
perubahan-perubahan dalam karakter sosial manusia. Persoalan hubungan seseorang
dengan masyarakat merupakan keprihatinan besar Fromm. Menurut Fromm ada
validitas proposisi-proposisi berikut :
1).
Manusia mempunyai kodrat esensial bawaan,
2).
Masyarakat diciptakan oleh manusia untuk memenuhi kodrat esensial ini,
3).
Tidak satu pun bentuk masyarakat yang pernah diciptakan berhasil memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dasar eksistensi manusia, dan
4).
Eksistensi manusia adalah mungkin menciptakan masyarakat semacam itu.
Kemudian
Fromm mengemukakan tentang masyarakat yang seharusnya yaitu dimana manusia
berhubungan satu sama lain dengan penuh cinta, dimana ia berakar dalam
ikatan-ikatan persaudaraan dan solidaritas, suatu masyarakat yang memberinya
kemungkinan untuk mengatasi kodratnya dengan menciptakannya bukan dengan
membinasakannya, dimana setiap orang mencapai pengertian tentang diri dengan
mengalami dirinya sebagai subjek dari kemampuan-kemampuannya bukan dengan
konformitas, dimana terdapat suatu sistem orientasi dan devosi tanpa orang
perlu mengubah kenyataan dan memuja berhala. Bahkan Fromm mebgusulkan suatu
nama untuk masyarakat yang sempurna tersebut yaitu Sosialisme Komunitarian
Humanistik. Dalam masyarakat semacam itu, setiap orang akan memiliki kesempatan
yang sama untuk menjadi manusiawi sepenuhnya.
Mengikuti
filsafat dualism, semua gerak di dunia dilatarbelakangi oleh pertentangan dua
kelompok ekstrim, tesa dan antitesa. Pertentangan itu akan menimbulkan sintesa,
yang pada dasarnya dapat dipandang sebagai teas baru yang akan memunculkan
antitesa yang lain. Itulah dinamika yang tidak pernah berhenti bergerak.
Menurut
Fromm, hakekat manusia juga bersifat dualistik. Paling tidak ada empat dualistik
di dalam diri manusia:
1. Manusia
sebagai binatang dan sebagai manusia
Manusia
sebagai binatang memiliki banyak kebutuhan fisiologik yang harus dipuaskan,
seperti kebutuhan makan, minum, dan kebutuhan seksual. Manusia sebagai manusia
memiliki kebutuhan kesadaran diri, berfikir, dan berimajinasi. Kebutuhan
manusia itu terwujud dalam pengalaman khas manusia meliputi perasaan lemah
lembut, cinta, kasihan, perhatian, tanggung jawab, identitas, intergritas,
sedih, transendensi, kebebasan, nilai, dan norma.
2. Hidup
dan mati
Kesadaran
diri dan fikiran manusia telah mengetahui bahwa dia akan mati, tetapi manusia
berusaha mengingkarinya dengan meyakini adanya kehidupan sesudah mati, dan
usaha-usaha yang tidak sesuai dengan fakta bahwa kehidupan akan berakhir dengan
kematian.
3. Ketidaksempurnaan
dan kesempurnaan
Manusia
mampu mengkonsepkan realisasi-diri yang sempurna, tetapi karena hidup itu
pendek kesempurnaan tidak dapat dicapai. Ada orang berusaha memecahkan dikotomi
ini melalui mengisi rentang sejarah hidupnya dengan prestasi di bidang
kemanusiaan, dan ada pula yang meyakini dalil kelanjutan perkembangannya
sesudah mati.
4. Kesendirian
dan kebersamaan
Manusia
adalah pribadi yang mandiri, sendiri, tetapi manusia juga tidak bisa menerima
kesendirian. Manusia menyadari diri sebagai individu yang terpisah, dan pada
saat yang sama juga menyadari kalau kebahagiaannya tergantung kepada
kebersamaan dengan orang lain. Dilema ini tidak pernah terselesaikan, namun
orang harus berusaha menjembatani dualism ini, agar tidak menjadi gila.
Dualisme-dualisme itu, aspek binatang dan manusia, kehidupan dan kematian,
ketidaksempurnaan dan kesempurnaan, kesendirian dan kebersamaan, merupakan
kondisi dasar eksistensi manusia. Pemahaman tentang jiwa manusia harus
berdasarkan analisis tentang kebutuhan-kebutuhan manusia yang berasal dari kondisi-kondisi
eksistensi manusia.
Kondisi
yang dibawa dari lahir antara tesa-antitesa eksistensi manusia, disebut dilema
eksistensi. Di satu sisi manusia berjuang untuk bebas, menguasai lingkungan
dengan hakekat kemanusiaannya, di sisi lain kebebasan itu memperbudak manusia
dengan memisahkan hakekat kebinatangan dari akar-akar alaminya. Dinamika kehidupan
bergerak tanpa henti seolah-olah manusia bakal hidup abadi, setiap orang tanpa
sadar mengingkari kematian yang baka dan berusaha bertahan di dunia yang fana.
Mereka menciptakan cita-cita ideal yang tidak pernah dapat dicapai, mengejar
kesempurnaan sebagai kompensasi perasaan ketidaksempurnaan. Anak yang berjuang
untuk memperoleh otonomi diri mungkin menjadi dalam kesendirian yang membuatnya
merasa tidak berdaya dan kesepian; masyarakat yang berjuang untuk merdeka
mungkin merasa lebih terancam oleh isolasi dari bangsa lain. Dengan kata lain,
kemandirian dan kebebasan yang diinginkan malahan menjadi beban. Ada dua cara
menghindari dilema eksistensi yaitu:
1.
Menerima otoritas dari luar dan tunduk kepada penguasa dan menyesuaikan diri
dengan masyarakat. Manusia menjadi budak (dari penguasa negara) untuk
mendapatkan perlindungan/rasa aman.
2.
Orang bersatu dengan orang lain dalam semangat cinta dan kerja sama,
menciptakan ikatan dan tanggung jawab bersama dari masyarakat yang lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar