PENGARUH BUDAYA TERHADAP JIWA AGAMA
A.
Pengertian
Budaya
Budaya
atau
kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta
yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi
atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal
manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture,
yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau
mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture
juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Budaya
adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.
Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia
sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika
seseorang berusaha berkomunikasi dengan
orang-orang yang berbada budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya,
membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat
kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku
komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan
sosial manusia.
- Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J.
Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang
terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun
dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai
superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan
pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan
struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala
pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan
yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang
sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah
sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian
mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan
dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia,
sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia
sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat
nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial,
religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia
dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen
atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
- Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
- alat-alat teknologi
- sistem ekonomi
- keluarga
- kekuasaan politik
- Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
- sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
- organisasi ekonomi
- alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
- organisasi kekuatan (politik)
- Pengaruh Budaya Terhadap Jiwa Agama
Ada kalanya pengetahuan, pemahaman, dan daya tahan fisik manusia
dalam menguasai dan mengungkap rahasia-rahasia alam sangat terbatas. Secara
bersamaan, muncul keyakinan akan adanya penguasa tertinggi dari sistem jagad
raya ini, yang juga mengendalikan manusia sebagai salah satu bagian jagad raya.
Sehubungan dengan itu, baik secara individual maupun hidup bermasyarakat,
manusia tidak dapat dilepaskan dari religi atau sistem kepercayaan kepada
penguasa alam semesta.
Agama dan sistem kepercayaan lainnya seringkali terintegrasi
dengan kebudayaan. Agama (bahasa Inggris: Religion, yang berasal dari bahasa
Latin religare, yang berarti "menambatkan"), adalah sebuah unsur
kebudayaan yang penting dalam sejarah umat manusia. Dictionary of Philosophy
and Religion (Kamus Filosofi dan Agama).
Agama biasanya memiliki suatu prinsip, seperti "10
Firman" dalam agama Kristen atau "5 rukun Islam" dalam agama
Islam. Kadang-kadang agama dilibatkan dalam sistem pemerintahan, seperti misalnya
dalam sistem teokrasi. Agama juga mempengaruhi kesenian.
Agama Samawi
Tiga
agama besar, Yahudi, Kristen dan Islam, sering dikelompokkan sebagai agama Samawi atau agama Abrahamik.
Ketiga agama tersebut memiliki sejumlah tradisi yang sama namun juga
perbedaan-perbedaan yang mendasar dalam inti ajarannya. Ketiganya telah
memberikan pengaruh yang besar dalam kebudayaan manusia di berbagai belahan
dunia.
Yahudi adalah salah satu agama, yang jika
tidak disebut sebagai yang pertama, adalah agama monotheistik dan salah satu agama tertua
yang masih ada sampai sekarang. Terdapat nilai-nilai dan sejarah umat Yahudi yang juga direferensikan dalam agama Abrahamik
lainnya, seperti Kristen dan Islam.
Saat ini umat Yahudi berjumlah lebih dari 13 juta jiwa.
Kristen (Protestan dan Katolik) adalah agama yang banyak mengubah
wajah kebudayaan Eropa dalam 1.700 tahun terakhir. Pemikiran para filsuf modern
pun banyak terpengaruh oleh para filsuf Kristen semacam St. Thomas Aquinas
dan Erasmus.
Saat ini diperkirakan terdapat antara 1,5 s.d. 2,1 milyar pemeluk agama Kristen
di seluruh dunia.
Islam
memiliki nilai-nilai dan norma agama yang banyak mempengaruhi kebudayaan Timur Tengah dan Afrika Utara, dan sebagian wilayah Asia Tenggara. Saat ini terdapat lebih dari
1,5 milyar pemeluk agama Islam di dunia.
Pertautan
Agama dan Budaya
Setelah
kita mengulas secara global ketiga definisi di atas, pertautan antara agama dan
budaya dapat diilustrasikan sebagaimana di bawah ini:
Jika
kita membandingkan agama yang dibentuk oleh piranti keyakinan hati dan perilaku
yang sesuai dengan keyakinan tersebut dengan definisi budaya di atas, maka
agama merupakan bagian dari budaya. Karena budaya dalam definisi pertama di
atas meliputi keyakinan hati (akidah), perilaku, etika dan adat-istiadat, baik
yang bersumber dari agama atau tidak. Dengan demikian, agama adalah bagian dari
budaya.
Namun,
jika kita membandingkan agama dengan definisi kedua budaya di atas yang
beranggapan perilaku dan adat-istiadat lahiriah (yang dijalankan oleh sebuah
masyarakat) sebagai budaya, pertautan antara agama dan budaya tidak jauh
berbeda dengan pertautan antara dua pranata (sebuah masyarakat) yang hanya
bertemu pada beberapa titik konvergensi yang dimiliki oleh mereka. Dengan
demikian, tidak dapat dikatakan bahwa agama, secara utuh, merupakan bagian dari
budaya atau sebaliknya.
Boleh
jadi definisi (ketiga) budaya yang berasumsi bahwa budaya adalah sebuah faktor
yang mampu memberi arti dan menentukan arah kehidupan manusia, adalah definisi
yang paling logis. Akan tetapi, sebelum kita membahas lebih jauh, harus kita
jelaskan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan “memberi arti kehidupan
manusia.”
Jika
kita bandingkan perilaku manusia dan perilaku binatang, akan kita dapati bahwa
kedua perilaku tersebut secara substansial adalah satu meskipun secara lahiriah
berbeda. Contohnya, seorang manusia dan seekor binatang ketika mereka merasa
lapar akan mencari makanan untuk menghilangkan rasa lapar. Akan tetapi,
meskipun rasa kenyang yang dirasakan oleh manusia dan binatang tersebut adalah
sama, akan tetapi perilaku manusia (dalam rangka mengenyangkan dirinya)
tersebut bisa bermuatan nilai positif dan negatif. Jika ia dalam usaha
mengenyangkan dirinya itu mengambil makanan milik orang lain, maka perilakunya
tersebut adalah sebuah tindak pencurian dan melanggar hak-hak orang lain yang
hal itu bermuatan nilai negatif.
Begitu
juga dalam sebuah masyarakat beragama terdapat sebagian perilaku sarat muatan
nilai negatif atau positif. Seperti menggunjing orang lain, meninggalkan
shalat, dan membatalkan puasa (dengan sengaja) memiliki nilai negatif, menjaga
rahasia orang lain dan melaksanakan kewajiban puasa bermuatan nilai positif
dalam perspektif Islam.
Poin
penting yang perlu dibahas di sini adalah mengapa manusia yang hidup dalam
sebuah masyarakat bergama, di samping perilaku baik dan buruk yang diyakininya,
juga meyakini bahwa sebuah perilaku itu bermuatan nilai positif atau memiliki
nilai negatif? Dengan kata lain, dari manakah baik dan buruk itu muncul?
Salah
satu pembahasan filsafat (etika) penting dan hangat yang sekarang sedang
digemari dunia adalah apakah norma-norma (yang berlaku di sebuah masyarakat)
adalah sebuah kesepakatan yang disetujui oleh para anggotanya atau norma-norma
tersebut muncul dari sebuah realita nyata yang disingkap oleh akal sehat dan
wahyu lalu dipersembahkan kepada manusia?
Tidak
diragukan lagi bahwa dua cara pandang di atas akan membentuk dua jenis budaya
yang berbeda. Pertama, satu budaya yang menegaskan bahwa segala norma
mengikuti kesepakatan masyarakat, dan konsekuensinya adalah ia akan beranggapan
bahwa etika adalah satu hal yang relatif dan selalu berubah sesuai dengan
keinginan manusia. Kedua, sebuah budaya yang berpendapat bahwa norma itu
bersumber dari sebuah realitas yang terlepas dari kehendak manusia. Realitas
itu mengisi seluruh jagad raya ini dan eksistensinya dapat diketahui melalui
panduan akal dan wahyu. Realitas ini tidak mengalami perubahan dan perombakan
seiring dengan berubahnya keinginan dan kehendak manusia.
Atas
dasar ini, keberartian kehidupan manusia bergantung kepada pandangan dunia dan
cara manusia menilai dirinya sendiri. Pandangan dunia ini, dengan sendirinya, akan
membentuk sebuah sistem akidah (dalam dirinya), dan pada akhirnya sistem akidah
yang dimilikinya akan membentuk mementuk serangkaian norma (dalam
kesehariannya).
Dari
satu sisi, karena semua perilaku manusia yang bersifat bebas tergantung kepada
kehendaknya, dan kehendaknya terbentuk oleh cara berpikir dan sistem norma yang
diyakininya, mau tidak mau semua perilakunya akan mengikuti sistem norma
tersebut.
Pendekanya,
keberartian kehidupan manusia bergantung kepada perilaku dan amalan yang
dipengaruhi oleh sistem norma dan akidah yang diyakini oleh sebuah masyarakat.
Dalam perspektif Islam, pandangan dunia yang dapat dipertanggungjawabkan dan
dibuktikan secara argumentatif dan logis hanyalah pandangan dunia Islam.
Dimana hal ini telah kami singgung dalam artikel “Ragam Pandangan Dunia” yang
menegaskan klaim ini. Sebagai konsekuensinya, hanya sistem akidah dan norma
Islamlah yang dapat dibenarkan. Dengan demikian, kita sebagai Muslim berasumsi
bahwa faktor pemberi makna dan penentu arah kehidupan manusia adalah agama.
Oleh karena itu, definisi ketiga budaya di atas sesuai dengan dan sejalan
dengan agama, kecuali jika meyakini bahwa organ-organ pembentuk budaya tersebut
lebih sedikit dari organ-organ pembentuk agama. Misalnya, kita meyakini bahwa
organ pembentuk budaya hanya sistem norma dan perilaku yang ada di sebuah
masyarakat. Dalam hal ini budaya adalah bagian dari agama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar