Kamis, 26 Mei 2011

PENGARUH BUDAYA TERHADAP JIWA AGAMA; PSIKOLOGI AGAMA


PENGARUH BUDAYA TERHADAP JIWA AGAMA

A.    Pengertian Budaya
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
  1. Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
  1. Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
    • alat-alat teknologi
    • sistem ekonomi
    • keluarga
    • kekuasaan politik
  2. Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
    • sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
    • organisasi ekonomi
    • alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
    • organisasi kekuatan (politik)
  1. Pengaruh Budaya Terhadap Jiwa Agama
Ada kalanya pengetahuan, pemahaman, dan daya tahan fisik manusia dalam menguasai dan mengungkap rahasia-rahasia alam sangat terbatas. Secara bersamaan, muncul keyakinan akan adanya penguasa tertinggi dari sistem jagad raya ini, yang juga mengendalikan manusia sebagai salah satu bagian jagad raya. Sehubungan dengan itu, baik secara individual maupun hidup bermasyarakat, manusia tidak dapat dilepaskan dari religi atau sistem kepercayaan kepada penguasa alam semesta.
Agama dan sistem kepercayaan lainnya seringkali terintegrasi dengan kebudayaan. Agama (bahasa Inggris: Religion, yang berasal dari bahasa Latin religare, yang berarti "menambatkan"), adalah sebuah unsur kebudayaan yang penting dalam sejarah umat manusia. Dictionary of Philosophy and Religion (Kamus Filosofi dan Agama).
Agama biasanya memiliki suatu prinsip, seperti "10 Firman" dalam agama Kristen atau "5 rukun Islam" dalam agama Islam. Kadang-kadang agama dilibatkan dalam sistem pemerintahan, seperti misalnya dalam sistem teokrasi. Agama juga mempengaruhi kesenian.
Agama Samawi
Tiga agama besar, Yahudi, Kristen dan Islam, sering dikelompokkan sebagai agama Samawi atau agama Abrahamik. Ketiga agama tersebut memiliki sejumlah tradisi yang sama namun juga perbedaan-perbedaan yang mendasar dalam inti ajarannya. Ketiganya telah memberikan pengaruh yang besar dalam kebudayaan manusia di berbagai belahan dunia.
Yahudi adalah salah satu agama, yang jika tidak disebut sebagai yang pertama, adalah agama monotheistik dan salah satu agama tertua yang masih ada sampai sekarang. Terdapat nilai-nilai dan sejarah umat Yahudi yang juga direferensikan dalam agama Abrahamik lainnya, seperti Kristen dan Islam. Saat ini umat Yahudi berjumlah lebih dari 13 juta jiwa.
Kristen (Protestan dan Katolik) adalah agama yang banyak mengubah wajah kebudayaan Eropa dalam 1.700 tahun terakhir. Pemikiran para filsuf modern pun banyak terpengaruh oleh para filsuf Kristen semacam St. Thomas Aquinas dan Erasmus. Saat ini diperkirakan terdapat antara 1,5 s.d. 2,1 milyar pemeluk agama Kristen di seluruh dunia.
Islam memiliki nilai-nilai dan norma agama yang banyak mempengaruhi kebudayaan Timur Tengah dan Afrika Utara, dan sebagian wilayah Asia Tenggara. Saat ini terdapat lebih dari 1,5 milyar pemeluk agama Islam di dunia.
Pertautan Agama dan Budaya
Setelah kita mengulas secara global ketiga definisi di atas, pertautan antara agama dan budaya dapat diilustrasikan sebagaimana di bawah ini:
Jika kita membandingkan agama yang dibentuk oleh piranti keyakinan hati dan perilaku yang sesuai dengan keyakinan tersebut dengan definisi budaya di atas, maka agama merupakan bagian dari budaya. Karena budaya dalam definisi pertama di atas meliputi keyakinan hati (akidah), perilaku, etika dan adat-istiadat, baik yang bersumber dari agama atau tidak. Dengan demikian, agama adalah bagian dari budaya.
Namun, jika kita membandingkan agama dengan definisi kedua budaya di atas yang beranggapan perilaku dan adat-istiadat lahiriah (yang dijalankan oleh sebuah masyarakat) sebagai budaya, pertautan antara agama dan budaya tidak jauh berbeda dengan pertautan antara dua pranata (sebuah masyarakat) yang hanya bertemu pada beberapa titik konvergensi yang dimiliki oleh mereka. Dengan demikian, tidak dapat dikatakan bahwa agama, secara utuh, merupakan bagian dari budaya atau sebaliknya.
Boleh jadi definisi (ketiga) budaya yang berasumsi bahwa budaya adalah sebuah faktor yang mampu memberi arti dan menentukan arah kehidupan manusia, adalah definisi yang paling logis. Akan tetapi, sebelum kita membahas lebih jauh, harus kita jelaskan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan “memberi arti kehidupan manusia.”
Jika kita bandingkan perilaku manusia dan perilaku binatang, akan kita dapati bahwa kedua perilaku tersebut secara substansial adalah satu meskipun secara lahiriah berbeda. Contohnya, seorang manusia dan seekor binatang ketika mereka merasa lapar akan mencari makanan untuk menghilangkan rasa lapar. Akan tetapi, meskipun rasa kenyang yang dirasakan oleh manusia dan binatang tersebut adalah sama, akan tetapi perilaku manusia (dalam rangka mengenyangkan dirinya) tersebut bisa bermuatan nilai positif dan negatif. Jika ia dalam usaha mengenyangkan dirinya itu mengambil makanan milik orang lain, maka perilakunya tersebut adalah sebuah tindak pencurian dan melanggar hak-hak orang lain yang hal itu bermuatan nilai negatif.
Begitu juga dalam sebuah masyarakat beragama terdapat sebagian perilaku sarat muatan nilai negatif atau positif. Seperti menggunjing orang lain, meninggalkan shalat, dan membatalkan puasa (dengan sengaja) memiliki nilai negatif, menjaga rahasia orang lain dan melaksanakan kewajiban puasa bermuatan nilai positif dalam perspektif Islam.
Poin penting yang perlu dibahas di sini adalah mengapa manusia yang hidup dalam sebuah masyarakat bergama, di samping perilaku baik dan buruk yang diyakininya, juga meyakini bahwa sebuah perilaku itu bermuatan nilai positif atau memiliki nilai negatif? Dengan kata lain, dari manakah baik dan buruk itu muncul?
Salah satu pembahasan filsafat (etika) penting dan hangat yang sekarang sedang digemari dunia adalah apakah norma-norma (yang berlaku di sebuah masyarakat) adalah sebuah kesepakatan yang disetujui oleh para anggotanya atau norma-norma tersebut muncul dari sebuah realita nyata yang disingkap oleh akal sehat dan wahyu lalu dipersembahkan kepada manusia?
Tidak diragukan lagi bahwa dua cara pandang di atas akan membentuk dua jenis budaya yang berbeda. Pertama, satu budaya yang  menegaskan bahwa segala norma mengikuti kesepakatan masyarakat, dan konsekuensinya adalah ia akan beranggapan bahwa etika adalah satu hal yang relatif dan selalu berubah sesuai dengan keinginan manusia. Kedua, sebuah budaya yang berpendapat bahwa norma itu bersumber dari sebuah realitas yang terlepas dari kehendak manusia. Realitas itu mengisi seluruh jagad raya ini dan eksistensinya dapat diketahui melalui panduan akal dan wahyu. Realitas ini tidak mengalami perubahan dan perombakan seiring dengan berubahnya keinginan dan kehendak manusia.
Atas dasar ini, keberartian kehidupan manusia bergantung kepada pandangan dunia dan cara manusia menilai dirinya sendiri. Pandangan dunia ini, dengan sendirinya, akan membentuk sebuah sistem akidah (dalam dirinya), dan pada akhirnya sistem akidah yang dimilikinya akan membentuk mementuk serangkaian norma (dalam kesehariannya).
Dari satu sisi, karena semua perilaku manusia yang bersifat bebas tergantung kepada kehendaknya, dan kehendaknya terbentuk oleh cara berpikir dan sistem norma yang diyakininya, mau tidak mau semua perilakunya akan  mengikuti sistem norma tersebut.
Pendekanya, keberartian kehidupan manusia bergantung kepada perilaku dan amalan yang dipengaruhi oleh sistem norma dan akidah yang diyakini oleh sebuah masyarakat. Dalam perspektif Islam, pandangan dunia yang dapat dipertanggungjawabkan dan dibuktikan secara argumentatif  dan logis hanyalah pandangan dunia Islam. Dimana hal ini telah kami singgung dalam artikel “Ragam Pandangan Dunia” yang menegaskan klaim ini. Sebagai konsekuensinya, hanya sistem akidah dan norma Islamlah yang dapat dibenarkan. Dengan demikian, kita sebagai Muslim berasumsi bahwa faktor pemberi makna dan penentu arah kehidupan manusia adalah agama. Oleh karena itu, definisi ketiga budaya di atas sesuai dengan dan sejalan dengan agama, kecuali jika meyakini bahwa organ-organ pembentuk budaya tersebut lebih sedikit dari organ-organ pembentuk agama. Misalnya, kita meyakini bahwa organ pembentuk budaya hanya sistem norma dan perilaku yang ada di sebuah masyarakat. Dalam hal ini budaya adalah bagian dari agama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar