PERKEMBANGAN JIWA BERAGAMA PADA REMAJA
1. Perkembangan
Jiwa Beragama Pada Remaja
Dalam peta psikologi remaja terdapat
tiga bagian:
a. Fase Pueral
Pada masa ini
remaja tidak mau dikatakan anak- anak, tetapi juga tidak bersedia dikatakan
dewasa. Pada fase pertama ini merasa tidak tenang.
b. Fase
Negative
Fase kedua ini
hanya berlangsung beberapa bulan saja, yang ditandai oleh sikap ragu- ragu,
murung, suka melamun dan sebagainya.
c. Fase
Pubertas
Masa ini yang
dinamakan dengan Masa Adolesen
Dalam
pembahasan ini , Luella Cole sebagaimana disitir kembali oleh Hanna Jumhanna
Bastaman, membagi peta remaja menjadi empat bagian:
- Preadolescence : 11-13 tahun (perempuan) dan 13-15 tahun (laki- laki)
- Early Adolescence : 13-15 tahun (perempuan) dan 15-17 tahun (laki- laki)
- Middle Adolescence : 15-18 tahun (perempuan) dan 17-19 tahun (laki- laki)
- Late Adolescence : 18-21 tahun (perempuan) dan 19-21 tahun (laki- laki).
2. Perasaan Beragama Pada Remaja
Gambaran remaja
tentang Tuhan dengan sifat- sifatnya merupakan bagian dari gambarannya terhadap
alam dan lingkungannya serta dipengaruhi oleh perasaan dan sifat dari remaja
itu sendiri. Keyakinan agama pada remaja merupakan interaksi antara dia dengan
lingkungannya. Misalnya, kepercayaan remaja akan kekuasaan tuhan menyebabkannya
pelimpahan tanggung jawab atas segala persoalan kepada tuhan, termasuk
persoalan masyarakat yang tidak menyenangkan, seperti kekacauan, ketidak
adilan, penderitaan, kezaliman, persengkataan, penyelewengan dan sebagainya
yang terdapat dalam masyarakat akan menyebabkan mereka kecewa pada tuhan,
bahkan kekecewaan tersebut dapat menyebabkan memungkiri kekuasaan tuhan sama
sekali.
Perasaan remaja
kepada Tuhan bukanlah tetap dan stabil, akan tetapi adalah perasaan yang yang
tergantung pada perubahan- perubahan emosi yang sangat cepat, terutama pada
masa remaja pertama. Kebutuhan akan allah misalnya, kadang- kadang tidak terasa
jika jiwa mereka dalam keadaan aman, tentram dan tenang. Sebaliknya, Allah
sangat dibutuhkan apabila mereka dalam keadaan gelisah, karena menghadapi
musibah atau bahaya yang mengancam ketika ia takut gagal atau merasa berdosa.
3. Motivasi Beragama Pada Remaja
Menurut Nico
Syukur Dister Ofm, motifasi beragama dibagi menjadi empat motivasi, yaitu:
- Motivasi yang didorong oleh rasa keinginan untuk mengatasi frustasi yang ada dalam kehidupan, baik frustasi karena kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan alam, frustasi social, frustasi moral maupun frustasi karena kematian.
- Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk menjaga kesusilaan dan tata tertib masyarakat.
- Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk memuaskan rasa ingin tahu manusia atau intelek ingin tahu manusia.
- Motivasi beragama karena ingin menjadikan agama sebagai sarana untuk mengatasi ketakutan.
4. Sikap Remaja Dalam Beragama
Terdapat empat sikap remaja dalam
beragama, yaitu:
1. Percaya
ikut- ikutan
Percaya ikut-
ikutan ini biasanya dihasilkan oleh didikan agama secara sederhana yang didapat
dari keluarga dan lingkungannya. Namun demikian ini biasanya hanya terjadi pada
masa remaja awal (usia 13-16 tahun). Setelah itu biasanya berkembang kepada
cara yang lebih kritis dan sadar sesuai dengan perkembangan psikisnya.
2. Percaya
dengan kesadaran
Semangat
keagamaan dimulai dengan melihat kembali tentang masalah- masalah keagamaan
yang mereka miliki sejak kecil. Mereka ingin menjalankan agama sebagaio suatu
lapangan yang baru untuk membuktikan pribadinya, karena ia tidak mau lagi
beragama secara ikut- ikutan saja. Biasanya semangat agama tersebut terjadi
pada usia 17 tahun atau 18 tahun. Semangat agama tersebut mempunyai dua bentuk:
a. Dalam bentuk
positif
semangat agama
yang positif, yaitu berusaha melihat agama dengan pandangan kritis, tidak mau
lagi menerima hal- hal yang tidak masuk akal. Mereka ingin memurnikan dan
membebaskan agama dari bid’ah dan khurafat, dari kekakuan dan kekolotan.
b. Dalam bentuk
negatif
Semangat
keagamaan dalam bentuk kedua ini akan menjadi bentuk kegiatan yang berbentuk
khurafi, yaitu kecenderungan remaja untuk mengambil pengaruh dari luar kedalam
masalah- masalah keagamaan, seperti bid’ah, khurafat dan kepercayaan-
kepercayaan lainnya.
3. Percaya,
tetapi agak ragu- ragu
Keraguan kepercayaan remaja terhadap
agamanya dapat dibagi menjadi dua:
a. Keraguan
disebabkan kegoncangan jiwa dan terjadinya proses perubahan dalam pribadinya.
Hal ini merupakan kewajaran.
b. Keraguan
disebabkan adanya kontradiksi atas kenyataan yang dilihatnya dengan apa yang
diyakininya, atau dengan pengetahuan yang dimiliki.
4. Tidak
percaya atau cenderung ateis
Perkembangan
kearah tidak percaya pada tuhan sebenarnya mempunyai akar atau sumber dari masa
kecil. Apabila seorang anak merasa tertekan oleh kekuasaan atau kezaliman orang
tua, maka ia telah memendam sesuatu tantangan terhadap kekuasaan orang tua,
selanjutnya terhadap kekuasaan apa pun, termasuk kekuasaan Tuhan.
5. Faktor- Faktor Keberagamaan
Robert H.
Thouless mengemukakan empat faktor keberagamaan yang dimasukkan dalam kelompok
utama, yaitu:
- Pengaruh- pengaruh sosial
- Berbagai pengalaman
- Kebutuhan
- Proses pemikiran
Faktor sosial
mencakup semua pengaruh sosial dalam perkembangan sikap keberagamaan, yaitu:
pendidikan orang tua, tradisi- tradisi sosial dan tekanan- tekanan lingkungan
sosial untuk menyesuaikan diri dengan berbagai pendapat dan sikap yang
disepakati oleh lingkungan.
Faktor lain
yang dianggap sebagai sumber keyakinan agama adalah kebutuhan- kebutuhan yang
tidak dapat dipenuhi secara sempurna, sehingga mengakibatkan terasa adanya
kebutuhan akan kepuasan agama. Kebutuhan- kebutuhan tersebut dapat
dikelompokkan dalam empat bagian, antara lain kebutuhan akan keselamatan,
kebutuhan akan cinta, kebutuhan untuk memperoleh harga diri dan kebutuhan yang
timbul karena adanya kematian.
Faktor terakhir
adalah pemikiran yang agaknya relevan untuk masa remaja, karena disadari bahwa
masa remaja mulai kritis dalam menyikapi soal- soal keagamaan, terutama bagi
mereka yang mempunyai keyakinan secara sadar dan bersikap terbuka. Mereka akan
mengkritik guru agama mereka yang tidak rasional dalam menjelaskan ajaran-
ajaran agama islam, khususnya bagi remaja yang selalu ingin tahu dengan
pertanyaan- pertanyaan kritisnya. Meski demikian, sikap kritis remaja juga
tidak menafikkan faktor- faktor lainnya, seperti faktor berbagai pengalaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar